WALI SONGO DAN PERANANNYA MENYEBARKAN AGAMA ISLAM DI
TANAH JAWA
Wali songo adalah sejumlah wali
yang memiliki kontribusi besar penyebaran Islam di Indonesia khususnya di pulau
Jawa. Mereka adalah Maulana Malik Ibrahim, Sunan Giri, Sunan Bonang, Sunan
Kudus, Sunan Drajat, Sunan Muria, Sunan Kalijaga, serta Sunan Gunung Jati.
Semasa hidupnya mereka tidak hidup secara bersamaan namun mereka mememiliki
hubungan erat anatara guru dan murid.
Era walisongo merupakan era berakhirnya dominasi Hindu-Budha
dalam budaya Nusantara di gantikan dengan kebudayaan Islam. Tentu banyak tokoh
lain yang ikut serta berperan, namun peranan mereka sangat besar dalam
mendirikan kerajaan Islam di Jawa, juga pengaruhnya terhadap kebudayaan
masyarakat.
Berikut beberapa nama wali songo dan peranannya dalam
menyebarluaskan agama Islam di Indonesia, khususnya di pulau Jawa :
1. SUNAN GRESIK – WALISONGO
Maulana
Malik Ibrahim di lahirkan di Campa (Kamboja), ayahnya bernama Barakat Zainul
Alam yaitu seorang ulama besar di Maghrib. Maulan Malik Ibrahim ini
di sebut sebagai Sunan Gresik atau Syakh Maghribi atau Makhdum Ibrahim
al-Samarqandi, dan orang jawa biasa menyebutnya sebagai Asmaraqandi.
Maulana
Malik Ibrahim merupakan orang pertama yang menyebar luaskan agama Islam di
tanah Jawa, dan merupakan wali senior di antara para walisongo yang lainnya.
Dengan di temani oleh beberapa sahabatnya beliau datang pertama kali di Desa
Sembolo yang sekarang adalah Desa Laren kecamatan Manyar, 9 kilometer dari arah
utara kota Gresik.
Sebelum
masuk ke tanah Jawa, Maulana Malik Ibrahim bermukim di Champa (Dalam legenda
disebut sebagai negeri Chermain atau Cermin) selama 13 tahun. Beliau menikahi
putri raja yang memberinya dua putra, yaitu Raden Rahmat (Sunan Ampel) dan
Rasyid Ali Murtadha (Raden Santri). Setelah dirasa cukup berdakwah di negeri
tersebut beliau hijrah di pulau Jawa yaitu di Gresik.
Setelah
mendarat di kota Gresik, beliau memilih tempat di sebuah Desa bernama
Laren. Di desa itulah tepatnya pada tahun 801 H/ 1329 M beliau menjalankan misi
dakwah ajaran agama Islam. Selain itu, beliau juga membuka toko di Desa Romo (3
km sebelah barat kota Gresik). Dengan memperkenalkan barang-barang bawaanya.
Islamisasi
Jawa, aktivitas pertama yang di lakukan oleh Maulan Malik Ibrahim adalah
berdagang dengan membuka warung yang menyediakan kebutuhan pokok dengan harga murah.
Selain itu secara khusus beliau menawarkan diri sebagai tabib untuk mengobati
masyarakat secara gratis. Maulan Malik Ibarahim saat itu juga mengajarkan
tentang bercocok tanam.
Beliau
merangkul masyarakat bawah yang di sisihkan oleh komunitas Hindu. Pendekatan
yang di lakukan adalah dengan pergaulan dan berdagang. Dengan adanya budi
bahasa yang ramah senantiasa di perlihatkannya dalam pergaulan sehari-hari,
beliau tidak menantang kepercayaan penduduk asli, melainkan hanya
memperlihatkan keindahan dan kebaikan agama Islam.
Berkat
keramah tamahannya banyak masyarakat yang tertarik untuk masuk dalam agama
Islam. Setelah cukup mapan Maulana Malik Ibrahim melakukan kunjungan ke Ibu
kota Majapahit di Trowulan, meskipun raja tidak masuk Islam, namun raja menerimanya
dengan baik, bahkan memberikan sebidang tanah di pinggiran kota Gresik yang
sekarang di sebut sebagai Gapura.
2. SUNAN AMPEL – WALISONGO
Nama
asli dari sunan Ampel adalah Raden Rahmat. Pada umumnya sunan Ampel di anggap
sebagai wali sesepuh oleh para wali lainnya. Pesantrennya berada di Ampel Denta
Surabaya, juga merupakan salah satu penyebaran ajaran agama Islam tertua di
Jawa. Beliau menikah dengan Dewi Condrowati yang bergelar Nyai Ageng Manila.
Dewi
Condrowati ini merupakan putri dari adipati Tuban yaitu Arya Teja, selain itu
beliau juga menikah dengan Dewi Karimah binti Ki Kembang Kuning. Dari
pernikahannya dengan Dewi Condrowati berputra-putri Raden Makhdum Ibrahim
(Sunan Bonang), Siti Syari’ah, Raden Qasim (Sunan Derajat), Sunan Sedayu, Siti
Mutma’innah, dan Siti Hafsah.
Sedangkan
pernikahannya dengan Dewi Karimah berputra-putri Dewi Murtasiyah yang juga
merupakan istri dari Sunan Giri, Dewi Murtasimah (Dewi Asyiqah) yang juga
merupakan istri dari Raden Fatah, Raden Husamuddin (Sunan Lamongan), Raden
Zaenal Abidin (Sunan Demak), Pangeran Tumapel dan Raden Faqih (Sunan Ampel 2).
Sunan
Ampel datang ke pulau Jawa pada tahun 1443, untuk menemui bibinya
Dwarawati, ia merupakan seorang putri Champa yang menikah dengan raja Majapahit
yang bernama Prabu Kertawijaya. Dakwah sunan Ampel yang di kenalkan kepada
masyarakatnya di kenal dengan sebutan Moh Limo.
Moh
Limo yang di maksud adalah Moh Mabok (tidak mau minum minuman keras), Moh Main
(tidak mau judi, togel, taruhan), Moh Madon (tidak mau zina, lesbian, homo),
Moh Madat (tidak mau mencuri), Moh Maling (tidak mau mencuri, korupsi, dan lain
sebagainya). Dakwah Sunan Ampel ini bertujuan untuk memperbaiki kerusakan
akhlaq di tengah masyarakat saat itu.
Pada
tahun 1479 M, Sunan Ampel mendirikan masjid Agung Demak, dan yang menjadi
penerus untuk melanjutkan dakwahnya di kota Demak adalah Raden Zaenal Abidin
yang di kenal sebagai sunan Demak, Raden Zaenal Abidin merupakan putra sunan
Ampel dari Dewi Karimah.
3. SUNAN BONANG – WALISONGO
Sunan
Bonang di lahirkan pada tahun 1465 dengan nama asli yaitu Raden Maulana Makhdum
Ibrahim, beliau putra sunan Ampel dengan Nyai Ageng Manila. Bonang merupakan
sebuah nama Desa di kabupaten Rembang. Nama sunan Bonang ada yang
menyebutnya dari Bong Ang yang sesuai dengan marga Bong seperti nama
ayahnya Bong Swi Hoo alias Sunan Ampel.
Setelah
selesai menimba ilmu, beliau kembali lagi ke Tuban dan kemudian
mendirikan pesantren di tanah kelahiran ibunya tersebut. Saat itu masyarakat
Tuban sangat menyukai hiburan, oleh karena itu cara berdakwah sunan Bonang
salah satunya adalah dengan membuat alat musik tradisional yaitu gamelan untuk
menarik hati masyarakat agar tertarik untuk belajar agama Islam.
Selain
menjadikan pesantren di Tuban sebagai basis wilayah dakwah, beliau juga
menyebarkan Islam dengan cara berkeliling. Sunan Bonang selain menyebarkan
ajaran agama Islam dengan gamelan, beliau juga menggunakan cara dakwah dengan
adanya karya sastra yang berupa carangan paweyangan dan suluk serta tembang
tamsil.
Sunan
Bonang berdakwah dengan menggunakan kesenian alat musik tradisional adalah
untuk menarik hati dan simpatik masyarakat. Menurut beliau cara berdakwah
dengan alat musik tradisional merupakan cara yang tepat, sehingga beliau juga
mempelajari kesenian Jawa salah satunya adalah Bonang (alat musik yang di pukul
menimbulkan suara merdu).
Setiap
kali sunan Bonang membunyikan alat musik tersebut banyak masyarakat berdatangan
untuk mendengar dan menyaksikan, setelah masyarakat tertarik hati dan simpati
kemudian beliau menyisipkan ajaran agama Islam kepada masyarakat.
Dengan
keahlian seni dan sastranya, sunan Bonang mengajarkan dan menyebar luaskan
ajaran Islam dengan lantunan tembang-tembang yang mengandung nilai-nilai ke
Islaman, sehingga tanpa terasa penduduk sudah mempelajari ajaran Islam dengan
senang hati dan tanpa paksaan. Salah satu tembang dari sunan Bonang
yang fenomenal adalah tembang “Tombo Ati”.
4. SUNAN DERAJAT – WALISONGO
Sunan
Derajat mempunyai nama kecil syarifuddin atau Raden Qasim yang juga merupakan
putra bungsu sunan Ampel dengan Nyai Ageng Manila, dan beliau juga merupakan
saudara dari sunan Bonang. Sunan Derajat di kenal dengan kecerdasannya, beliau
menyebar luaskan ajaran agama Islam di Desa Paciran Lamongan.
Dakwah
yang di lakukan oleh Sunan Derajat pada mulanya di lakukan atas perintah
ayahnya, yaitu berdakwah di pesisir pantai Gresik, hingga akhirnya beliau
menetap di Lamongan. Untuk menempati tempat tersebut Raden Qasim di antar sunan
Bonang dengan tujuan meminta izin sultan Demak untuk menempati wilayah
tersebut.
Sultan
Demak tidak hanya mengizinkannya untuk tinggal namun memberikan tanahnya pada
tahun 1486 H. Sunan Derajat di kenal sebagai penyebar agama Islam yang memiliki
jiwa sosial tinggi dan sangat memperhatikan nasib kaum fakir miskin, selain itu
beliau mengutamakan pada kesejahteraan sosial masyarakat.
Setelah
memberikan perhatian penuh, barulah kemudian beliau memberikan pemahaman ajaran
agama Islam yang berkaitan tentang adanya empati dan etos kerja yang berupa
kedermawanan, pengentasan kemiskinan, usaha menciptakan kemakmuran, solidaritas
serta gotong royong. Cara dakwah yang beliau lakukan banyak menggunakan
ajaran luhur dan tradisional lokal.
5. SUNAN KUDUS – WALISONGO
Sunan
Kudus sejatinya bukanlah merupakan penduduk asli Kudus, beliau berasal dan
lahir dari Quds negeri palestina, yang kemudian bersama kakek dan ayahnya untuk
hijrah ke tanah Jawa. Dalam cerita lain sunan Kudus merupakan pendatang dari
daerah Jipang Panolan yang merupakan daerah di sebelah utara Blora.
Sunan
Kudus juga merupakan senopati hebat dari kerjaan Demak, ketika beliau menjabat
sebagai senopati kerajaan Majapahit di taklukannya. Kesuksesan mengalahkan
majapahit membuat posisi Ja’far Shadiq semakin kuat, namun kemudian ia
meninggalkan Demak karena ingin hidup merdeka dan mendedikasikan seluruh
hidupnya untuk menyebar luaskan agama Islam.
Dalam
menyebarkan ajaran agama Islam sunan Kudus memang banyak berguru dan belajar
ilmu agama kepada sunan Kalijaga, sehingga metode dakwah sunan Kudus tidak jauh
beda dengan sunan Kali Jaga, yang menekankan pada budaya kearifan lokal
dengan mengapresiasi budaya masyarakat setempat.
Sosok
sunan Kudus di kenal karena telah memberikan pondasi pengajaran keagamaan dan
kebudayaan yang toleran. Beberapa nilai toleransi yang di perlihatkan sunan
Kudus kepada masyarakatnya adalah tidak boleh menyembelih sapi kepada para
pengikutnya, karena saat itu sapi di anggap sebagai hewan suci. Sehingga,
ajaran agama Islam dari sunan Kudus ini menekankan pada toleransi beragama.
6. SUNAN GIRI – WALISONGO
Sunan
Giri merupakan putra dari Maulana Ishaq dengan Dewi Sekardadu yaitu putri dari
Menak Sembuyu penguasa wilayah Balambangan pada masa akhir kerajaan Majaphit.
Namun, sayang kelahirannya di anggap sebagai sebuah kutukan oleh ayahnya Dewi
Sekardadu, sehingga, ia di paksa oleh ayahnya untuk membuang anaknya dengan
menghanyutkannya ke laut.
Setelah
Cukup Dewasa, Joko Samudra di bawa ibu angkatnya ke Ampel Denta untuk belajar
agama kepada Sunan Ampel. Tak selang beberapa lama mengajarnya sunan Ampel
mengetahui Identitas dari Sunan Giri tersebut, dan kemudian Sunan Ampel
mengirimkan sunan Giri bersama juga dengan sunan Bonang untuk mendalami agama
Islam di wilayah Pasai.
Cara
Dakwah yang di lakukan oleh Sunan Giri adalah dengan menciptakan unsur lagu dan
permainan dengan memasukkan beberapa unsur-unsur agamis, hal ini beliau lakukan
untuk mendekatkan ajaran agama Islam khususnya untuk anak-anak.
Sunan
Giri menciptakan tembang dolanan yang di kenal dengan jelungan bukanlah sekadar
nyanyian dan tertawa belaka, namun dari semua itu terdapat pelajaran yang luar
biasa terkait dengan ketauhidan.
7. SUNAN KALIJAGA – WALISONGO
Raden
Said merupakan seseorang yang peduli dan dekat terhadap rakyat jelata, hal ini
dibuktikan ketika beliau membela rakyat jelata di masa sulit. Saat itu
pemerintah sangat membutuhkan dana besar untuk mengatasi roda pemerintahan,
sehingga rakyat jelata mau tidak mau harus membayar pajak yang tinggi untuk hal
tersebut.
Saat
itulah, sunan Kalijaga berpikir harus membantu rakyat jelata. Namun, tanpa
berpikir panjang Raden Said melakukan perbuatan tidak terpuji demi menolong
rakyat jelata. Beliau mencuri hasil bumi yang tersimpan di gudang ayahnya.
Hasil bumi tersebut merupakan hasil upeti rakyat jelata yang akan di setorkan
kepada pemerintahan pusat.
8. SUNAN MURIA – WALISONGO
Nama
Sunan Muria di ambil dari tempat tinggal terakhirnya yaitu di lereng Gunung
Muria, yakni 18 kilometer ke utara kota Kudus. Sunan Muria mempunyai peran
penting dalam menyebarkan ajaran agama Islam di sekitar Gunung Muria. Dalam
menyebarkan agama Islam beliau meniru cara ayahnya, yaitu menyebarkan ajaran
agama dengan halus.
Namun,
berbeda dengan ayahnya, dalam menyebarkan dakwahnya Raden Umar Sahid (Sunan
Muria) lebih senang berdakwah di daerah terpencil dan jauh dari pusat kota.
Tempat tinggal beliau berada di puncak Gunung Muria yang bernama Colo, di
tempat tersebut beliau berinteraksi dengan rakyat jelata, dan mengajarkan cara
bercocok tanam, berdagang serta melaut.
Sunan
Muria dalam menyebarkan agama Islam tetap mempertahankan kesenian
gamelan serta wayang sebagai alat dakwah. Beliau menciptakan beberapa tembang
untuk mengamalkan ajaran Islam. Dengan cara inilah sunan Muria di kenal sebagai
sunan yang suka berdakwah topo ngeli. Sunan Muria juga di kenal sebagai pribadi
yang mampu memecahkan berbagai macam masalah.
Dengan
gayanya yang moderat dalam berdakwah ini mengikuti jejak ayahnya menyelusup
lewat berbagi tradisi kebudayaan Jawa. Seperti halnya adanya adat kenduri
pada hari tertentu setelah kematian yang kemudian di ganti dengan nelung dino
sampai nyewu yang tak di haramkannya, Tradisi membakar menyan atau sesaji
di ganti dengan berdo’a dan bersholawat.
9. SUNAN GUNUNG JATI –
WALISONGO
Sunan
Gunung Jati memiliki nama asli Syarif Hidayatullah. Di usianya yang menginjak
20 tahun sunan Gunung Jati telah di tinggal oleh ayahnya. Setelah di tinggal
ayahnya beliau di daulat untuk menjadi Raja Mesir untuk menggantikan ayahnya,
namun beliau menolaknya dan memilih untuk menyebarkan ajaran agama Islam ke
tanah Jawa bersama ibunya.
Sebelum
Sunan Gunung Jati dan ibunya Syaifah Muda’imah datang ke Jawa Barat tahun 1475
Masehi, mereka terlebih dahulu singgah di Gujarat dan Pasai, guna untuk
memperdalam ilmu agamanya. Kedatangannya sambut gembira oleh Pangeran
Cakrabuana beserta keluarganya.
Dalam
menyebarkan Islam, Sunan Gunung Jati tidak sendiri, beliau di bantu oleh para
wali lainnya. mereka biasanya bermusyawarah di masjid Demak. Karena
pergaulannya dengan para wali dan sultan Demak, menjadikan sunan Gunung Jati
mendirikan Kesultanan Pakungwati, yang kemudian ia memprokamirkan dirinya
sebagai raja dan mendapat gelar sultan.
Dengan
adanya kesultanan, Cirebon tidak lagi mengirimkan upeti kepada pajajaran.
Kesultanan pakungwati semakin besar dengan bergabungnya perwira dan prajurit
pilihan, terlebih lagi adanya perluasan pelabuhan Muara Jati, yang membuat
perdagangan semakin pesat terutama dengan Negara China.
Jalinan
Cirebon dan China semakin erat, dalam dakwahnya tersebut beliau mengajarkan
ilmu shalat kepada rakyat China, dengan memberitahukan bahwa setiap melakukan
gerakan sholat merupakan terapi pijat ringan atau biasa yang disebut dengan
akupuntur, ilmu pengobatan tersebut di perolah saat beliau mengembara ilmu di
China.
Sumber http:// thegorbalsla.com/nama-nama-walisongo